“Maaf ya...”
Sore hari yang cerah, Lika mengaji Iqra bersama teman-teman di sekolah. Lika memang sering mengikuti kegiatan ini untuk mengisi waktu luang. Membaca Iqra dilaksanakan dua kali seminggu untuk anak TK B dengan bimbingan Pak Koko. Seperti hari-hari sebelumnya, sore ini mengaji Iqra selesai pukul tiga. Lika pun menunggu mama datang menjemputnya sambil membaca buku di perpustakaan.
Semakin sore, satu per satu teman-teman pulang bersama orang tua mereka. “Dadaah Likaa.. aku duluan yah. Sampai bertemu besok,” Cita mengucapkan salam perpisahan pada Lika dengan gembira. “Iya Cita sampai bertemu besok,” balas Lika. Jam dinding sekolah menunjukkan pukul 15.30. Teman-teman Lika sudah banyak yang pulang. Tinggal dirinya saja yang belum dijemput. Sudah enam buku yang Lika baca sambil menunggu mama datang.
“Lika tumben sekali belum dijemput mama,” kata Pak Koko. “Belum. Barangkali mama ada keperluan, jadi jemputnya terlambat,” jawab Lika menghibur diri. “Begitu ya? Lika sabar menunggu ya..” seru Pak Koko. Lika pun membalasnya dengan senyuman.
Waktu menunjukkan pukul 16.45. Belum ada tanda-tanda mama datang menjemput. Kemudian terlihat wajah mama tergesa-gesa menghampiri Lika. “Nah itu mama Lika sudah datang. Terima kasih ya sudah menjadi anak penyabar,” kata Pak Koko sambil tersenyum. Lika pun masih menjawab dengan senyuman manis.
“Lika ayo kita pulang,” ajak mama. “Huuhh.. tidak mau. Lika tidak mau pulang sama mama!” geramnya sambil menekuk tangan dan muka cemberut. Pak Koko pun menatapnya dengan penuh pemahaman, kemudian berkata “Lho, Lika tadi tersenyum. Kenapa sekarang saat mau pulang malah cemberut begitu. Kan kasihan mama.” Mama menarik nafas panjang, kemudian berkata, “Lika, mama mengerti sekarang. Lika marah dan kesal sama mama ya karena telat menjemput?” Lika mengangguk pelan. “Baiklah kalau begitu mama minta maaf sekali ya. mama memang salah karena telat menjemput Lika. Tadi sesudah dari kantor pos mama mampir ke bank dulu. Maafkan mama ya..” Lika pun yang sebelumnya terlihat marah kemudian meluluhkan hatinya dan pulang bersama mama. Betapa pentingnya kata “maaf” untuk Lika.